Kepada Ayah


    Kepada Ayah, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku akan selalu baik-baik saja. Tak perlu gelisah dan tak perlu khawatir berlebih, sebab setiap degupku akan selalu senada denganmu.

    Sebelumnya perlu kau tahu, bahwa surat ini adalah bentuk ketidakberdayaanku sebagai perempuan kecilmu. Aku menyayangimu Ayah, selalu.

    Ayah, jauh sebelum hari ini aku pernah meragukan betapa rumit melalui hari disaat usiamu telah senja, betapa kerasnya aku menyangkal pada Tuhan tidak ingin melihatmu tua bahkan melihat rambutmu memutih. Haha, maaf aku Ayah pernah sebegitu egois melawan waktu.

 

Kali ini aku sudah cukup besar Ayah, usiaku bahkan sudah menginjak 19 tahun.

    Aku sudah terbiasa dengan hal-hal yang sering Ayah ajarkan, bahkan untuk sekedar berani menyeduh kopi sendiri di pagi hari sudah menjadi bagian dari keseharianku. Sisanya, diluar itu aku sudah berani menangis dan tertidur sendiri, tanpa perlu lagi berteriak di tengah malam sebagaimana dulu pertama kali diajari tidur di kamarku sendiri.

    Bahkan untuk hal-hal rumit, aku sudah berani menyederhanakan masalah, dan mengakui kekurangan diri dengan seadanya. Lembutmu, banyak menuntunku untuk selalu berupaya ikhlas, mengakui kelemahan, mengakui kesedihan dan menyadari bahwa semuanya tidak abadi, seperti katamu jika setelah siang ada malam, begitupun setelah air mata akan selalu ada tawa.

    Aku telah banyak melalui kehilangan demi kehilangan, dan itu sangat menyakitkan. Aku telah melalui hari-hari kalah, hari-hari bahagia, bahkan hari-hari yang menyebalkan, aku telah menikmati seluruhnya dengan hati yang begitu lapang.

    Saat ini aku hanya ingin menyadari semua, bahwa segalanya berjalan mengikuti garis-Nya. Seperti katamu, bahwa kita adalah tangan-tangan kecil yang akan tetap butuh mengadah, tiada upaya, mahluk lemah tanpa kekuatan-Nya.

    Ah, manis sekali. Kau tahu? Bahwa diam-diam aku selalu bersyukur setiap kali bercermin, aku selalu memperhatikan seluruh tubuhku dan menyadari bahwa mataku, rambut tebal hitam panjangku, bibir kecilku, bahkan dagu belahku adalah bagian dari keserasian denganmu. Tuhan romantis ya, pintar memadukan, dan aku sangat bersyukur.

 

Senang, dianugerahkan kamu sebagai cinta pertamaku.

 

Tasikmalaya, Juli 2022.

 

 

 

Komentar

Postingan Populer