Surat Kepada Ibu Bapak di Rumah

 

Surat kepada Ibu dan Bapak di rumah, 

Di suatu sore yang mesra ini, banyak sekali rindu dan nyanyian burung mengingatkanku tentang halaman rumah. Sebab banyak sekali yang berubah di perantauan ini Bu Pak, salahsatu diantaranya ialah nyatanya aku masih mencari alasan untuk terus tumbuh dan bertahan hidup. 

Ibu, 

Terhitung sudah tiga bulan aku melalui hariku di kota Kembang ini, rasanya sangat menyesakkan. Kenyataan sudah jelas bahwa bukan ini yang ku mau, aku tidak mendapat ketenangan. Tempat ini terlalu berisik dan melelahkan. 

Bapak,

Setiap hari aku selalu berusaha mencari alasan untuk selalu tumbuh. 

Setiap hari Bu Pak, aku selalu berupaya untuk mengajak diriku untuk menjadi mahasiswa yang memiliki pendirian di tengah keras, jahat dan tidak sehatnya atmosfer kampus. Aku tidak ingin menjadi babu, aku tidak ingin isi kepalaku di atur-atur kurikulum, aku tidak ingin isi kepalaku di atur-atur senior, di atur-atur adat dan isi celana yang itu-itu saja. 

Realistis saja, kenyataan dunia pendidikan ini tak se indah yang aku bayangkan. Begitu banyak kenyataan yang harus aku telan mentah-mentah. Begitu sengsara sebagai mahasiswa yang di perbudak doktrin-doktrin dan dogma-dogma salah kaprah yang memecah belah. 

Bu, Pak, pada akhirnya aku memilih untuk sendiri dan tetap keras kepala. Kenyataan sudah jelas bahwa memang aku tidak terbiasa untuk selalu bisa mengikuti kapasitas. Aku mengakui benar aku berbeda, jalan yang ku pilih pun sangat berbeda. Aku memilih jalan paling sunyi di tengah bising dan melelahkanya kota Bandung. 

Ibu, Bapak, maafkan aku dengan semua idealis dan segala keras kepalaku yang barangkali tak seirama.


Bandung, November, 2022

Komentar

Postingan Populer